NOVEL MENGEJAR MATAHARI
OLEH :
WULIONO
PENDAHULUAN
Waluyo (2002:
68) berpendapat bahwa karya sastra hadir sebagai wujud nyata imajinasi kreatif
dari seorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara pengarang yang satu
dengan pengarang yang lain, terutama dalam penciptaan cerita fiksi. Proses
tersebut bersifat individualis artinya cara yang
digunakan oleh
tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi
beberapa hal,
di antaranya metode, munculnya proses kreatif dan cara
mengekspresikan
apa yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa
penyampaian
yang digunakan.
Sastra sebagai
hasil pekerjaan seni kreasi manusia tidak akan pernah
lepas dari
bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan
manusia erat
kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering
bermula dari
persoalan dan permasalahan yang ada pada manusia dan
lingkungannya,
kemudian dengan adanya imajinasi yang tinggi seorang
pengarang
tinggal menuangkan masalah-masalah yang ada di sekitarnya
menjadi sebuah
karya sastra.
Fiksi
pertama-tama menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini
adalah novel
dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim
dengan novel
(Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000: 4).
Prosa dalam
pengertian karya sastra juga disebut fiksi (faction), teks
naratif (narrative text) atau
wacana naratif (narrative discource). Istilah fiksi
dalam pengertian ini berarti cerita
rekaan atau cerita khayalan. Hal itu
disebabkan fiksi merupakan karya naratif
yang isinya tidak menyaran pada
kebenaran
sejarah. Karya fiksi dengan demikian, menyaran pada suatu karya
yang
menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak
ada dan menjadi
sungguh-sungguh sehingga ia tak perlu dicari kebenarannya
pada dunia
nyata. Istilah fiksi sering dipergunakan dalam pertentangannya
dengan realitas
sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga
kebenarannya
pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Ada tidaknya, atau
dapat tidaknya
sesuatu yang dikemukakan dalam suatu karya sastra dibuktikan
secara empiris
inilah antara lain yang membedakan karya fiksi dengan
nonfiksi.
Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah
tokoh,
peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif, sedang pada karya
nonfiksi
bersifat faktual (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000: 2).
Sebagai karya
imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan
manusia dan
kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati
berbagai
permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian
diungkapkannya
kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.
Oleh karena itu
fiksi, menurut (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro,
2000: 2) dapat
diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, tetapi
biasanya masuk
akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan
hubungan-hubungan
antarmanusia.
Ada berbagai
bentuk karya sastra, salah satunya yaitu novel. Novel
dapat dikaji
dari beberapa aspek, misalnya penokohan, isi, cerita, setting, alur,
dan makna.
Semua kajian itu dilakukan hanya untuk mengetahui sejauh mana
karya sastra
dinikmati oleh pembaca. Tanggapan pembaca terhadap satu novel
yang sama tentu
akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat pemahaman dan
daya imajinasi
mereka, misal pada novel karya Titien Wattimena yang
berjudul Mengejar
Matahari. Novel Mengejar Matahari karya Titien
Wattimena
menggambarkan secara gamblang warna-warni kehidupan remaja.
Novel ini
bercerita tentang arti persahabatan yang diwarnai dengan aksi
perkelahian
antarremaja. Novel ini menarik untuk dianalisis karena di dalam
novel ini
diceritakan realita kehidupan anak remaja di rumah susun, dan novel
ini mudah
dipahami baik bahasanya maupun jalan ceritanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar