"BACALAH, BACALAH, BACALAH DENGAN NAMA TUHANMU"

Jumat, 03 Agustus 2012

Wahana Kreatifitas Mahasiswa Jilid 1 Nomor 3


NOVEL MENGEJAR MATAHARI

OLEH :
WULIONO


PENDAHULUAN
Waluyo (2002: 68) berpendapat bahwa karya sastra hadir sebagai wujud nyata imajinasi kreatif dari seorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lain, terutama dalam penciptaan cerita fiksi. Proses tersebut bersifat individualis artinya cara yang
digunakan oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi
beberapa hal, di antaranya metode, munculnya proses kreatif dan cara
mengekspresikan apa yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa
penyampaian yang digunakan.
Sastra sebagai hasil pekerjaan seni kreasi manusia tidak akan pernah
lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan
manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering
bermula dari persoalan dan permasalahan yang ada pada manusia dan
lingkungannya, kemudian dengan adanya imajinasi yang tinggi seorang
pengarang tinggal menuangkan masalah-masalah yang ada di sekitarnya
menjadi sebuah karya sastra.
Fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini
adalah novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim
dengan novel (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000: 4).

Prosa dalam pengertian karya sastra juga disebut fiksi (faction), teks
naratif (narrative text) atau wacana naratif (narrative discource). Istilah fiksi
dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal itu
disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada
kebenaran sejarah. Karya fiksi dengan demikian, menyaran pada suatu karya
yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak
ada dan menjadi sungguh-sungguh sehingga ia tak perlu dicari kebenarannya
pada dunia nyata. Istilah fiksi sering dipergunakan dalam pertentangannya
dengan realitas sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga
kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris. Ada tidaknya, atau
dapat tidaknya sesuatu yang dikemukakan dalam suatu karya sastra dibuktikan
secara empiris inilah antara lain yang membedakan karya fiksi dengan
nonfiksi. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah
tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajinatif, sedang pada karya
nonfiksi bersifat faktual (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000: 2).
Sebagai karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan
manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati
berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian
diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.
Oleh karena itu fiksi, menurut (Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro,
2000: 2) dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajiner, tetapi
biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan
hubungan-hubungan antarmanusia.

Ada berbagai bentuk karya sastra, salah satunya yaitu novel. Novel
dapat dikaji dari beberapa aspek, misalnya penokohan, isi, cerita, setting, alur,
dan makna. Semua kajian itu dilakukan hanya untuk mengetahui sejauh mana
karya sastra dinikmati oleh pembaca. Tanggapan pembaca terhadap satu novel
yang sama tentu akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat pemahaman dan
daya imajinasi mereka, misal pada novel karya Titien Wattimena yang
berjudul Mengejar Matahari. Novel Mengejar Matahari karya Titien
Wattimena menggambarkan secara gamblang warna-warni kehidupan remaja.
Novel ini bercerita tentang arti persahabatan yang diwarnai dengan aksi
perkelahian antarremaja. Novel ini menarik untuk dianalisis karena di dalam
novel ini diceritakan realita kehidupan anak remaja di rumah susun, dan novel
ini mudah dipahami baik bahasanya maupun jalan ceritanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hanya Dengan Memasukan data saja, Anda dapat 10.000